Senin, 12 Maret 2012

Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

1.    Pengertian Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Menurut Mager (dalam Nur’aini, 2011) tujuan adalah suatu deskripsi suatu kinerja yang guru ingin peserta didik dapat tampilkan sebelum pendidik menganggap peserta didik kompeten. Sebuah tujuan menggambarkan hasil yang diinginkan dari pembelajaran. Tujuan pada pengertian ini adalah sesuatu yang telah dikuasai oleh siswa dan diketahui oleh pendidik yang mentrasfer kemampuan tersebut. Sesuatu yang dapat dikuasai ini adalah sesuatu yang dapat dilakukan dan ditunjukkan oleh siswa setelah adanya pembelajaran dengan bimbingan guru, atau berupa suatu hasil belajar kearah yang positif
Fred dan Henry (dalam Nur’aini, 2011) mendefinisikan tujuan instruksional 

adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan / keterampilan yang diharapkan sebagai hasil dari proses belajar. Tujuan pembelajaran merupakan sebuah pernyataan dalam hal spesifik dan terukur yang menggambarkan apa yang pelajar akan tahu atau mampu lakukan sebagai hasil dari terlibat dalam kegiatan belajar.
Sedangkan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (dalam Suparman, 2011:158) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal objective yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir.
Tujuan Instruksional (TIK) merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada TIU (Sodjarwo dalam Nita, 2011).
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (Suparman, 2004: 159). Perumusan TIK yang dapat diukur, artinya tingkat pencapaian siswa dalam perilaku yang ada dalam TIK dapat diukur dengan tes atau alat pengukur lainnya.
Menurut Soedjarwo (1995: 81) Penulisan sasaran belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai siswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.

2. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes. Oleh karena itu TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar– benar dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya.
Perumusan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Marger dan ABCD format (dalam Nita, 2011).
1. Format Marger
Marger merekomendasikan syarat–syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana siswa harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Marger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.

2. Format ABCD
Knirk dan Gustafson (dalam Nita, 2011) menyatakan ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yang oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran dikenal dengan Format ABCD. Pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada format ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar atau siswa.
Format ABCD adalah sebagai berikut.
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree

a. Audience
Audience merupakan siswa yang akan belajar. Dalam TIK harus dijelaskan siapa siswa yang akan mengikuti pelajaran itu. Misalnya, siswa SMK SMK kelas X semester 1. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, batasan ini penting artinya agar sejak permulaan orang-orang yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan instruksional yang dirumuskan atas dasar TIK tersebut belum tentu sesuai bagi mereka. Selain itu, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa yang menjadi sasaran dalam sistem instruksional tersebut.

b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai mengikuti proses belajar. Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu, seperti menyebutkan, menjelaskan, menganalisis, menggambarkan, dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang didemonstrasikan, misalnya grafik fungsi linear, definisi manajemen, dan lainnya.
c. Condition
Kondisi berarti batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa ketika ia dites bukan pada saat ia belajar. Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki saat ia dites, misalnya dengan menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
Komponen C dalam setiap TIK merupakan unsur penting dalam menyusunan instrumen tes. Komponen C dalam TIK merupakan dasar penyusunan masalah. Butir soal tes harus relevan dengan TIK.

d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Misalkan, minimal 90% benar, paling sedikit 80% benar, dan sebagainya. Apabila menurut analisis instruksional perilaku dalam TIK yang bersangkutan merupakan perilaku prasyarat yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum meneruskan mempelajari perilaku yang lain, kedudukan komponen D dan TIK yang bersangkutan menjadi sangat penting. Tingkat keberhasilan 90% mungkin perlu digunakan untuk TIK tersebut. Untuk perilaku yang tidak menjadi prasyarat batas tersebut dapat diturunkan, misalnya 65-70%. Tidak ada rumus yang dapat digunakan untuk menentukan batas minimal ini, tergantung dengan kondisi perilaku dalam TIK tersebut.
Dalam merumuskan TIK, komponen ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara berurutan namun dapat dibalik-balikkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar